Toraks Keliling di Kutim, Menjangkau Desa untuk Deteksi Dini TBC

diadmin
371 Views
4 Min Read

MUARA BENGKAL – Suara mesin toraks mobile meraung pelan di halaman Puskesmas Pembantu Desa Benua Baru, Muara Bengkal, Senin pagi (14/4/2025). Di bawah naungan tenda putih, warga dari berbagai dusun berbaris rapi menunggu giliran. Bukan antre sembako atau vaksin, melainkan pemeriksaan dada—sebuah langkah kecil namun berarti dalam perang panjang melawan tuberkulosis (TBC).

Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) bersama District Public Private Mix (DPPM) menghadirkan layanan radiografi toraks keliling melalui program Active Case Finding (ACF). Program ini merupakan bagian dari strategi nasional Kementerian Kesehatan untuk mempercepat eliminasi TBC, dengan target besar: Indonesia bebas TBC pada 2030.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kutim, dr Bahrani Hasanal, deteksi dini menjadi kunci dalam memutus rantai penularan.

“Satu penderita TBC bisa menularkan ke sepuluh orang. Kalau tidak kita tangani sekarang, eliminasi TBC 2030 hanya akan jadi wacana,” ujarnya.

Muara Bengkal adalah satu dari 13 kecamatan yang menjadi lokasi skrining. Di saat bersamaan, tim serupa juga bergerak di Kecamatan Kombeng. Upaya ini, kata dr Bahrani, bukan sekadar kegiatan simbolik, melainkan bentuk kehadiran negara di daerah yang jauh dari rumah sakit besar.

TBC, penyakit yang kerap luput dari percakapan publik, masih menjadi ancaman serius. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan Indonesia berada di posisi kedua dunia dengan jumlah penderita tertinggi setelah India. Di Kutim, tantangan utamanya adalah jarak dan keterbatasan fasilitas.

Kepala Seksi P2PM Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, dr Ivan Hariyadi, menjelaskan bahwa penggunaan teknologi radiografi toraks digital mempercepat diagnosis.

“Kita bisa mengetahui lebih awal siapa yang terinfeksi, bahkan sebelum gejala berat muncul. Ini menyelamatkan banyak nyawa,” katanya.

Upaya ini juga mendapat dukungan dari Ketua TP PKK Kutim sekaligus Ketua DPPM, Ny Hj Siti Robiah. Ia hadir langsung, memotivasi warga agar tidak ragu memeriksakan diri.

“Penyuluhan harus sampai rumah ke rumah. Jangan hanya dengar TBC dari cerita orang. Kita datang membawa pengetahuan dan solusi,” ucapnya.

Selain mengedukasi, ia juga membagikan paket makanan tambahan bagi warga yang mengikuti pemeriksaan. Bersama tim medis, ia meninjau setiap pos pemeriksaan dan berdialog dengan warga, sebagian besar petani dan ibu rumah tangga.

Menurut Camat Muara Bengkal, Nur Hadi, antusiasme masyarakat cukup tinggi. Sekitar 200 orang tercatat menjalani pemeriksaan dalam sehari.

“Ini menunjukkan kesadaran mulai tumbuh. Kalau program seperti ini bisa rutin setiap tahun, dampaknya akan luar biasa,” katanya.

Hasil dari kegiatan ACF ini akan digunakan untuk memetakan sebaran TBC di Kutim secara lebih akurat. Data tersebut menjadi dasar bagi intervensi lanjutan, mulai dari pengobatan hingga pencegahan di tingkat desa.

Menjelang siang, antrean mulai menipis. Seorang ibu muda tersenyum lega setelah keluar dari tenda rontgen. Ia tak sepenuhnya paham apa itu “radiografi toraks”, namun ia tahu satu hal: kesehatannya berarti masa depan anaknya.

Di pelosok Muara Bengkal, toraks keliling itu tak hanya membawa teknologi, tetapi juga harapan. Bahwa hak untuk sehat bukan milik kota besar semata—melainkan hak setiap warga, sejauh apa pun mereka dari pusat layanan. Dengan langkah kecil seperti ini, Kutim turut menyalakan harapan menuju Indonesia tanpa TBC. (ADV/ProkopimKutim/D)

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *