Pemkab Kutim Fasilitasi Kesepakatan Sengketa Lahan Desa Singa Gembara

diadmin
380 Views
3 Min Read

SANGATTA — Upaya pemerintah daerah untuk menengahi konflik agraria kembali diuji di Desa Singa Gembara. Forum yang digelar di Ruang Arau, Kantor Bupati Kutim, mempertemukan Yayasan Sangatta Baru (YSB) dan warga yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR), untuk membahas sengketa lahan yang telah menimbulkan ketegangan berkepanjangan.

Pertemuan ini dipimpin Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, didampingi Asisten Pemerintahan dan Kesra Poniso Suryo Renggono, Kepala Dinas Pertanahan Simon Salombe, dan Kepala Bagian Hukum Setkab Kutim Januar Bayu Irawan. Hadir pula Kepala Desa Singa Gembara Hamriani Kassa dan perwakilan Kantor Pertanahan Kutim.

YSB mengklaim lahan seluas 25 hektare sebagai aset sah mereka, berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 49 untuk Desa Singa Gembara dan Nomor 10 untuk Desa Teluk Lingga, serta empat surat keterangan pelepasan hak tanah. Namun warga FPR menegaskan bahwa sebagian lahan telah mereka kelola dan dihunikan secara turun-temurun.

Ketua Umum YSB, Wiwin Sujati, menegaskan independensi yayasan dan kesediaannya untuk pengukuran bersama dengan BPN. “Mari kita selesaikan secara adil, profesional, dan legal,” ujarnya.

Mahyunadi menekankan bahwa niat baik saja tidak cukup. “Jika tidak ada titik temu dalam tenggat waktu yang kita sepakati, opsi hukum menjadi jalan terakhir. Pemerintah tidak bisa membiarkan konflik berlarut-larut,” tegasnya.

Forum diakhiri dengan penandatanganan lima poin kesepakatan bersama:

  1. YSB mengakui kepemilikan lahan, bersedia memberikan maksimal 10 hektare untuk warga FPR setelah proses identifikasi dan persetujuan Pembina Yayasan.
  2. Sisa lahan 15 hektare tetap dikelola YSB dengan dukungan FPR dan perangkat desa dalam proses administrasi ke Kantor Pertanahan.
  3. Identifikasi lahan warga dilakukan bersama Kepala Desa, Dinas Pertanahan, dan Kantor Pertanahan Kutim.
  4. Proses identifikasi harus selesai paling lambat 30 hari setelah kesepakatan ditandatangani.
  5. Setelah identifikasi dan persetujuan Pembina YSB, tidak ada lagi sengketa, dan proses hukum maupun administratif dapat dilanjutkan sesuai aturan.

Kepala Desa Hamriani Kassa menekankan objektivitas dalam identifikasi, sementara Kepala Dinas Pertanahan Simon Salombe menyebut forum ini sebagai jembatan mediasi untuk solusi yang adil dan terukur.

Meski kesepakatan telah tercapai, pemerintah daerah menegaskan kesiapan menempuh jalur hukum jika perjanjian diabaikan. Saat ini, masyarakat Singa Gembara setidaknya bisa melihat titik terang di tengah konflik panjang yang membayang.

“Terima kasih atas kebersamaan dan itikad baik seluruh pihak. Semoga apa yang kita sepakati hari ini menjadi jalan tengah bagi kebaikan semua,” tutup Mahyunadi. (ADV/ProkopimKutim/D)

 

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *