
SANGATTA – Kesedihan masih terasa di hati Yulianus Palangiran, Anggota Komisi D DPRD Kutai Timur (Kutim) mengingat kabar duka dari kampung halamannya. Seorang pemuda dari Kampung Tator, yang dikenal penuh semangat dan gemar otomotif, meregang nyawa akibat balap liar. Peristiwa itu menjadi tamparan keras bagi dirinya, bahwa di balik hobi dan adrenalin, ada nyawa muda yang melayang.
“Yang kita sayangkan kemarin itu, kebetulan warga saya sendiri yang ikut balapan itu meninggal seketika. Itulah sebab akibat dari balapan liar, dan sudah beberapa kali terjadi korban jiwa,” ujarnya dengan nada prihatin di depan Ruang Paripurna Kantor DPRD Kutim.
Yulianus menegaskan pentingnya pembuatan aturan khusus di tingkat kabupaten untuk menertibkan aksi balap liar. Selama ini, katanya, penanganan baru dilakukan setelah kejadian terjadi. “Biasanya setelah ada laporan masyarakat, baru polisi bertindak. Tapi kita perlu langkah yang lebih dari sekadar penindakan,” tambahnya.
Menurut politisi kelahiran 7 Desember 1963 ini, peraturan di tingkat nasional sering kali terlalu umum dan belum menyentuh akar permasalahan di daerah. Aksi balap liar, katanya, bukan hanya pelanggaran lalu lintas, tetapi fenomena sosial anak muda yang berkaitan dengan komunitas, kurangnya ruang ekspresi, hingga pengawasan lingkungan.
Yulianus mengusulkan agar peraturan daerah nantinya mencakup pendekatan edukatif, seperti zona larangan balap, sanksi pembinaan sosial, dan tanggung jawab komunitas motor terhadap anggotanya. Pendekatan ini diharapkan lebih efektif ketimbang sekadar razia.
“Kita tidak bisa membiarkan ‘virus’ ini merajalela di tengah masyarakat. Mau tidak mau, aturan harus dibuat demi ketertiban dan perlindungan anak-anak kita,” tegas politisi NasDem itu.
Usulan pembentukan Peraturan Daerah (Perda) ini diharapkan menjadi payung hukum yang kuat, memberi efek jera, sekaligus melindungi generasi muda Kutim dari aksi berbahaya yang bisa merenggut masa depan mereka. (ADV)