Bibit dan Alat Terbatas, Petani Kakao Kutim Nantikan Sentuhan Investor

diadmin
331 Views
2 Min Read

Sangatta – Para petani kakao di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih menghadapi kendala keterbatasan bibit dan peralatan produksi, meski daerah ini tengah digadang menjadi pusat pengembangan kakao di Kalimantan Timur (Kaltim). 

Kondisi itu membuat mereka berharap besar pada kehadiran investor yang dapat memberikan dukungan nyata bagi peningkatan produktivitas dan nilai tambah hasil panen. “Peralatan pengolahan itulah yang sebenarnya paling kami tunggu dari pihak investor,” kata Kepala Desa Pengadan Baru, Rahman.

Ia menilai, kehadiran investor akan sangat membantu dalam mengatasi berbagai masalah, terutama keterbatasan modal. Dukungan dari APBDes dinilai belum cukup untuk menopang kebutuhan produksi dan pengolahan. ‎“Harapan kami ke depan adalah ada pendampingan dari pihak luar, baik di lapangan, pengembangan SDM, maupun permodalan,” tuturnya.

Menurut Rahman, dukungan investasi dan pendampingan yang berkelanjutan akan menciptakan rantai nilai baru dari pengolahan kakao. Dengan demikian, hasil panen para petani tak hanya dijual dalam bentuk biji mentah, tetapi dapat diolah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.

Rahman menyebut Kelompok Tani Kakao Sejahtera di desanya mengelola lahan potensial seluas 560 hektare, namun baru sekitar 170 hektare yang berhasil ditanami bibit kakao. “Dari total luas itu, sekitar 200 hektare sudah dibersihkan dan siap tanam. Tapi, kendala kami juga adalah bibit yang terbatas,” ungkapnya.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Kutim terus berupaya menggencarkan investasi berkelanjutan di sektor kakao sebagai bagian dari strategi penguatan ekonomi daerah. “Kakao bukan sekadar komoditas. Itu adalah peluang investasi berkelanjutan,” kata Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman.

Ia menegaskan, pengembangan industri kakao akan difokuskan pada model berbasis padat karya, agar manfaat ekonomi dapat dirasakan langsung oleh para petani dan masyarakat lokal. “Fokus kami adalah mendorong industri pengolahan yang berbasis padat karya, bukan padat modal,” ujar Ardiansyah.

Saat ini, sentra produksi kakao di wilayah Karangan, Kaubun, hingga Busang tercatat mampu menghasilkan sekitar 1.400 ton biji kakao per tahun. Salah satu desa dengan potensi besar adalah Desa Pengadan Baru di Kecamatan Kaubun. (ADV)

Share This Article
Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *