SANGATTA – Etika dan kompetensi tetap menjadi fondasi utama profesi wartawan di tengah derasnya produksi konten instan di era digital. Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim) Mahyunadi saat menghadiri Bimtek Pra-Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan UKW PWI Kutim di Hotel Royal Victoria.
Mahyunadi menilai, kemudahan publik mengonsumsi konten tanpa verifikasi menimbulkan risiko besar. Masyarakat dapat tersulut oleh informasi yang tidak jelas sumbernya, bahkan hoaks. Karena itu, wartawan harus menjadi penjernih informasi dengan tetap berpegang pada kode etik jurnalistik.
“Pemerintah tidak antikritik, tidak masalah jika buruk buruk tentang pemerintah disampaikan kepada masyarakat. Namun, alangkah baiknya verifikasi dan konfirmasi ke kami. Kritik harus dilandasi etik,” katanya.
Ia mengingatkan, kecepatan dalam menyajikan informasi tidak boleh mengorbankan akurasi dan tanggung jawab moral seorang jurnalis.
Kepala Diskominfo Staper Kutim, Ronny Bonar Siburian, menambahkan bahwa Pemkab Kutim telah memperkuat dukungan terhadap peningkatan kapasitas wartawan melalui berbagai pelatihan yang bekerja sama dengan asosiasi pers setempat. Menurutnya, semakin banyak wartawan kompeten, semakin baik pula kualitas informasi publik yang tersebar melalui berbagai platform digital.
Ronny menyampaikan bahwa regulasi kerja sama pemerintah dengan media juga telah diperkuat melalui Peraturan Bupati Nomor 26/2025 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik. Aturan tersebut mensyaratkan standar kompetensi bagi perusahaan pers dan pimpinan redaksi yang bermitra dengan pemerintah daerah.
Ketua PWI Kutim Wardi melaporkan bahwa UKW ke-41 diikuti 37 wartawan dari tiga jenjang. Agar proses uji berjalan efektif, peserta dibagi dalam kelompok kecil. Ia juga menyesalkan adanya peserta yang mendaftar namun tidak hadir dan tidak memberikan informasi lebih awal. (ADV/ProkopimKutim/D)